Demokrasi Indonesia Diisi "Bandit-bandit" Politik

Kompas.com - 14/03/2012, 21:28 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Demokrasi di Indonesia saat ini masih ada, terutama tercermin dalam prosedur pemilihan umum secara langsung. Namun sarana untuk memperjuangkan cita-cita kemajuan bangsa itu justru, kini diisi "bandit-bandit" politik.

"Prosedur demokrasi masih ada, tetapi hanya diisi para politisi 'bandit'," kata pengamat sosial dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet, di Jakarta, Rabu (14/3/2012).

Disebut para "bandit," karena para politisi itu telah memerosotkan makna politik. Politik sejatinya adalah sarana untuk memperjuangkan aspirasi publik untuk membangun kemaslahatan bersama. Namun, para politisi itu menggerus politik hanya menjadi sarana untuk memperjuangkan kepentingan pribadi dan kelompok. Buktinya, banyak politisi yang kini terjerat kasus korupsi.

"Situasi ini berbahaya bagi demokrasi. Demokrasi kita masih ada, tetapi tidak berkualitas dan tidak berfungsi untuk mencapai kehidupan lebih baik," ucap Robertus.

Kalau dibiarkan, lanjut robertus, demokrasi kita rusak, dan kita akan kehilangan pranata untuk mencapai cita-cita dan tujuan lebih besar, seperti keadilan dan kesetaraan.

"Untuk mengantisipasinya, kita memerlukan satu suntikan dari kekuatan sosial politik baru dari luar parpol, yang menawarkan pemaknaan politik yang lebih berkualitas. Politik harus didorong menjadi wadah untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Suntikan itu bisa berasal dari kelompok-kelompok atau asosiasi dari masyarakat madani," katanya.

"Partai-partai sulit diharapkan mengubah keadaan karena mereka sibuk dan terus mbulet (berbelit) dengan dirinya sendiri. Kelompok masyarakat madani harus memaksa mereka untuk memperbaiki diri," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com