Tawuran Pelajar Tak Kunjung Surut

Kompas.com - 21/10/2011, 02:38 WIB

Peristiwa tawuran pelajar seperti tidak pernah berhenti, terus terjadi. Sejarah tawuran pelajar memang sudah lama berlangsung di berbagai wilayah.

Di Jakarta, bentrokan antarpelajar tampaknya juga sudah terjadi sejak lama. Berita Kompas edisi 29 Juni 1968 memuat artikel ”Bentrokan Peladjar Berdarah”. Perkelahian pelajar tahun 1968 itu membuat Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, harus turun tangan mengingatkan para pelajar yang sedang berselisih itu. Meski tidak diketahui sejak kapan mulainya tawuran pelajar, dari artikel tahun 1968 itu tercatat hingga bulan ini tawuran pelajar kerap mengisi pemberitaan walaupun dengan frekuensi yang bervariasi.

Belum ada data kuantitatif yang jelas tentang jumlah perkelahian pelajar, tetapi jika merujuk pada data dari kepolisian terlihat peningkatan eskalasi. Kejadian bentrok pelajar dalam tiga tahun terakhir meningkat, tercatat 11 kali pada 2009, sebanyak 28 kali pada 2010, dan naik menjadi 31 kali sampai bulan Juni 2011 saja.

Dari jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas, sebagian besar responden (55,9 persen) secara nasional mengatakan tawuran pelajar makin berkurang. Namun, dua kota, Jakarta dan Medan, mengindikasikan jumlah tawuran di kota mereka sama saja bahkan bertambah jumlahnya. Apakah ini berarti Jakarta memasuki era sebagaimana tahun 1980 hingga 1990-an yang banyak dijejali peristiwa bentrokan?

Budaya populer

Dari jajak pendapat Kompas dengan responden di 12 kota seluruh Indonesia, diketahui sebanyak 17,5 persen responden mengakui bahwa saat dia bersekolah SMA sekolahnya itu pernah terlibat tawuran antarpelajar. Tidak sedikit pula responden atau keluarga responden yang mengaku pada masa bersekolah terlibat tawuran atau perkelahian massal pelajar. Jumlahnya mencapai 6,6 persen atau sekitar 29 responden.

Berbagai keprihatinan muncul atas tawuran pelajar yang seolah tiada henti. Jelas ”budaya” tawuran pelajar harus segera di hentikan. Namun, bagaimanakah menghentikan kekerasan yang seakan terus terjadi tersebut?

Berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya menggabungkan sekolah yang sering tawuran menjadi satu. Dalam kasus tawuran di SMA 9 dan SMA 11 Jakarta, dilakukan langkah penggabungan dua sekolah menjadi SMA 70. Namun, hawa tawuran ternyata tak surut. Malahan SMA 70, yang menjadi sangat banyak muridnya itu, menjadi lawan para siswa SMA 6, tetangganya sendiri. Catatan menunjukkan, kedua SMA itu telah terlibat tawuran sejak tahun 1980-an.

Salah satu upaya mengurangi tawuran yang juga pernah dilakukan adalah memindahkan letak sekolah karena diduga lingkungan sekolah yang terlalu ramai di tengah kota mengakibatkan tekanan mental lebih berat bagi siswa. Di sepanjang periode 1980-an, SMA 7 Gambir Jakarta terlibat konflik eksesif dengan STM Boedi Oetomo Pejambon. Kemudian di awal tahun 1990-an SMA 7 dipindahkan ke wilayah Karet Pejompongan untuk memutus tawuran dengan STM Boedi Oetomo.

Konflik mereda, tetapi tak benar-benar pupus. Malahan, kini tawuran pelajar cenderung meluas. Tidak hanya melawan ”sesama” pelajar SMA, tetapi makin berani mengarah ke pihak lain sebagaimana kasus pengeroyokan terhadap wartawan berbagai media baru-baru ini oleh siswa SMA 70 Jakarta.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com