Inikah Kutukan Keris Empu Gandring?

Kompas.com - 29/07/2011, 02:56 WIB

Sekitar dua hari setelah memenangi perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat, Mei 2010, Anas Urbaningrum menghadiri Rapat Paripurna DPR. Saat itu, Anas masih menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat. Melihat Anas, wartawan langsung mengerumuninya dengan pertanyaan utama, apakah siap mengikuti pemilihan presiden 2014? Pertanyaan yang wajar karena Anas yang akan berumur 45 tahun pada 2014 telah menjadi ketua umum partai pemenang Pemilu 2009.

”Sekarang masih saatnya shalat dzuhur. Jadi, shalat dzuhur dulu. Belum ashar, apalagi maghrib,” jawab Anas. Jawaban serupa hampir selalu disampaikan mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam itu setiap ditanya soal kesiapannya maju pada pemilihan presiden 2014. Dalam perkembangannya, Anas menambah jawaban itu dengan penjelasan, calon presiden dari Partai Demokrat akan ditentukan oleh majelis tinggi partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Meskipun terkesan mengambang, jawaban Anas itu tidak menghalangi persepsi sejumlah pihak yang menempatkannya sebagai calon potensial pada pilpres 2014. Anas bahkan dipandang sebagai lokomotif kaderisasi politik yang di era reformasi ini terkesan lambat. Pasalnya, keberhasilan Anas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat menjadikannya sebagai bagian dari generasi baru politisi yang punya karier politik terbilang paling tinggi.

Namun, sekitar dua minggu lalu, seorang politisi muda di DPR tiba-tiba mengeluh melihat kasus yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dia mengkhawatirkan tudingan Nazaruddin terhadap sejumlah politisi muda seperti Anas. ”Tudingan itu dapat merusak kepercayaan orang kepada generasi baru politisi Indonesia. Kami dapat dinilai belum siap. Kematangan pribadi, pengalaman, dan jaringan itu tidak dapat ditipu,” katanya.

”Apalagi, aktor yang banyak disebut dalam kasus Nazaruddin hampir semuanya politisi muda. Umur Nazaruddin dan Angelina Sondakh (anggota DPR dari Partai Demokrat yang ikut dituding Nazaruddin) belum 35 tahun,” kata politisi itu.

Saking gelisahnya dengan kasus yang menimpa politisi muda, Budiman Sudjatmiko, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, memakai istilah ”kutukan keris Empu Gandring” untuk menggambarkan kondisi saat ini. Dalam sejarah, Ken Arok, yang mendirikan Kerajaan Singasari pada 1222, menggunakan keris Empu Gandring untuk membunuh. Namun, keris itu juga yang membunuh Ken Arok dan sejumlah keturunannya.

”Apakah generasi yang bangkit melawan generasi korup Orde Baru, akan jatuh dengan cara sama, laksana Ken Arok dan kutukan keris Mpu Gandring?” tulis Budiman dalam Twitter-nya, 20 Juli. ”Maksud saya, apakah generasi saat ini yang telah berhasil mendobrak Orde Baru yang korup akhirnya juga akan jatuh karena korupsi?” kata Budiman tentang isi Twitter.

Yang pasti, lanjut Budiman, kini banyak praktik politik abaikan etika dan menginjak sana-sini. ”Seperti syair lagu ’Jangkrik Genggong’ yang dinyanyikan Waljinah. Wetan bali ngulon, tiwas edan ora kelakon,” ucapnya. Hilir mudik ke timur-barat telanjur gila, tetapi akhirnya tidak terlaksana. (M HERNOWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com