Perempuan dan Korupsi

Kompas.com - 29/07/2011, 02:50 WIB

Neta S Pane

Pada tahun 2011, sejumlah negara memilih perempuan menduduki jabatan strategis, dengan harapan bisa menekan angka korupsi. Ironisnya di Indonesia, semakin banyak perempuan ditangkap karena kasus korupsi.

Awal Januari 2011, Dilma Rousseff dilantik sebagai perempuan pertama yang menjadi Presiden Brasil. Pertengahan Februari 2011, Brasil mengangkat Martha Rocha sebagai kepala polisi. Perempuan pertama kepala polisi Brasil ini diangkat karena bersih dari korupsi. Kepala polisi sebelumnya dicopot karena korup dan bersekongkol dengan gembong obat bius.

Akhir Juni 2011, Christine Lagarde menjadi perempuan pertama Ketua Dana Moneter Internasional. Seminggu kemudian, Yingluck Shinawatra terpilih sebagai perempuan pertama Perdana Menteri Thailand.

Tampilnya para perempuan ini mengingatkan pada Nyi Ageng Serang, Cut Nya’ Dhien, Malahayati, Martha Christina Tiahahu, RA Kartini, dan Dewi Sartika. Mereka berjuang tanpa pamrih untuk bangsanya. Bahkan, pada abad ke-18, sejumlah perempuan menjadi ratu di Kesultanan Aceh. Mereka menciptakan kemakmuran, ketertiban, kemajuan dalam perdagangan, dan tentunya bebas korupsi.

Fakta sejarah inilah yang membuat miris tatkala melihat sejumlah perempuan Indonesia ditangkap karena terlibat kasus korupsi. Ironisnya, jumlahnya kian bertambah. Tahun 2008 dari 22 koruptor Indonesia hanya dua perempuan terlibat. Tahun ini, tujuh perempuan ditangkap karena kasus korupsi.

Selain sebagai pelaku, mereka menjadi operator untuk mengamankan koruptor dari jeratan hukum. Para perempuan ini memainkan peranan kunci dalam praktik mafia hukum.

Artalyta Suryani, misalnya, terlibat dalam kasus penyuapan jaksa Rp 5,9 miliar. Harini Wiyoso, pengacara Probosutedja, menyuap Mahkamah Agung Rp 4,8 miliar. Nunun Nurbaeti buron dalam kasus cek pelawat. Malinda Dee membobol dana nasabah Citibank. Mindo Rosalina Manulang terlibat kasus suap proyek Wisma Atlet. Imas Diansari, hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial PN Bandung, tertangkap basah menerima suap Rp 200 juta dari Manajer PT Onamba Indonesia Odi Juanda. Dari 26 anggota DPR yang terlibat kasus cek pelawat, ada dua perempuan menjadi tersangka, yaitu Ni Luh Mariani Tirtasari dan Engelina Pattiasina. Keduanya menerima suap seusai memilih Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Kasus-kasus korupsi di daerah juga melibatkan perempuan. Mantan Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari, misalnya, menjadi tersangka korupsi pembebasan lahan senilai Rp 19 miliar. Lalu, Kabid Usaha Tani Dinas Perkebunan Jatim Rini Sukriswati menjadi buron dalam kasus korupsi petani tebu Rp 28 miliar.

Padahal, hasil penelitian Bank Dunia tahun 1999, Corruption And Woman In Goverment, menyimpulkan, perempuan memiliki hasrat lebih rendah untuk menerima suap atau melakukan tindak pidana korupsi. Penelitian tersebut merekomendasi, jika jumlah anggota parlemen perempuan cukup banyak di suatu negara, hal itu berpotensi kuat menurunkan tingkat korupsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com