Sejarah menunjukkan, tahun 330 sebelum Masehi, atau jauh sebelum masuknya agama Islam, Iskandar yang Agung memutuskan mundur bersama pasukannya dari Afganistan akibat gawatnya perlawanan suku Pashtun. Ia sendiri dua kali mengalami cedera dalam pertempuran.
Sejak itu pasukan asing silih berganti menduduki Afganistan, termasuk tentara Mongol pimpinan Jenghis Khan. Namun, pendudukan itu tidak bertahan lama. Afganistan kemudian disebut sebagai ”kuburan tentara pendudukan”.
Kerajaan Inggris mengabaikan sejarah dengan menginvasi Afganistan tahun 1839. Lagi-lagi akibat gawatnya perlawanan, sekitar 16.500 pasukan Inggris dan warga sipil mundur dari kota tersebut menuju Jalalabad, yang jaraknya 140 kilometer, 6 Januari 1842.
Kelompok-kelompok suku Pashtun ternyata mengikutinya dan menyerang sepanjang perjalanan. Akhirnya, yang berhasil mencapai Jalalabad hanya Dr William Boyd. Selebihnya tewas dibantai ataupun ditawan sebagai budak.
Belum jera atas kekalahan tragis tersebut, Inggris tetap berusaha menguasai Afganistan melalui dua perang, 1878-1880 dan 1919. Keduanya berakhir dalam kegagalan.
Uni Soviet mengalami nasib yang sama ketika mengirim puluhan ribu Tentara Merah ke Afganistan, Desember 1979. Tujuannya adalah membendung rembesan revolusi Iran dan mengamankan rezim kiri pro-Moskwa saat itu.
Di luar perkiraan, kehadiran pasukan asing ternyata mengundang maraknya perlawanan bersenjata. Setelah sekitar 15.000 prajuritnya tewas dan puluhan ribu lainnya cedera, Moskwa menarik 114.000 pasukannya dari Afganistan, 1989. Peristiwa ini menimbulkan disintegrasi Uni Soviet. Negara Tirai Besi ini tamat tahun 1991.